Minggu, 06 Januari 2013

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR



PATOGENESIS PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
1.      Tahap Pre-patogenesis
Faktor resiko untuk penyakit jantung koroner adalah hal-hal dalam kehidupan yang dhubungkan perkembangan penyakit secara dini, beberapa faktor resiko mempunyai pengaruh sangat kuat dan yang lainnya. Beberapa faktor resiko tersebut antara lain :
·         Kadar Kolesterol yang tidak seimbang
·         Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
·         Merokok
·         Diabetes Mellitus
·         Kegemukan
·         Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga
·         Kurang olah raga
·         Stress
 Adanya dua atau lebih faktor resiko akan berlipat kali menaikkan resiko total terhadap PJK. Pencegahan primordial yaitu pencegahan dari faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya jantung koroner.
2.      Masa inkubasi
PJK tidak dapat ditentukan waktunya secara pasti, inkubasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor resiko yang memnungkinkan terjadinya kardiovaskuler. Faktor resiko ini men yebabkan penumpukan kolesterol pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan terbentuknya flak-flak yang mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah. Penumpukan kolesterol pada pembuluh darah yang telah mencapai titik jenuh mengakibatkan ketidakseimbangan kondisi tubuh dan memacu terbentuknya penyakit kardiovaskuler.
3.      Penyakit Dini
Penyakit jantung sering kali menyebabkan gejala yang pertama berupa nyeri atau sesak di dada. Nyeri akibat suatu serangan jantung, biasanya terasa pada bagian tengah dada. Biasanya bersifat berat dan dapat menyebar kearah mana saja, tetapi lebih cenderung menyebar ke arah dagu dan lengan. Nyeri berlangsung, penderita merasa sesak dan sakit, tetapi nyerinya dapatbersifat ringan dan khas untuk suatu serangan jantung terutama pada orangtua. Anda akan mengalami nyeri jantung, jika jantung kekurangan darah karena kebanyakan penyakit jantung terutama mengenai bilik kiri jantung, maka paru-paru akan mengalami bendungan dan akan mengakibatkan rasa sesak.
4.      Penyakit Lanjut
Keadaan dimana penyakit jantung koroner sudah pernah terjadi dalam diri seseorang untuk berulang atau menjadi lebih berat.
5.      Tahap Akhir Penyakit
·         Sembuh sempurna, dalam fase ini penderita sudah sembuh, ditandai dengan tidak tersumbatnya pembuluh darah oleh flak.
·         Kronis, dalam fase ini gejala penyakit tidak berubah dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak bertambah ringan, pada dasarnya masih dalam keadaan sakit.
·         Meninggal, dalam fase ini penderita sudah tidak dapat disembuhkan sehingga mengakibatkan kematian. 

PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
Jantung dialiri oleh arteri coronaria yang mensuplai darah kebutuhan janutng sendiri. Gangguan pada arteri inilah yang menyebabkan terjadi PJK. Penyakit ini berkaitan dengan gangguan suplai darah pada otot jantung sehingga jantung akan  mengalami kekurangan darah dengan segala manifestasinya.
Timbulnya PJK walaupun tampak mendadak, sebenarnya melalui perlangsungan lama (kronis). Terjadinya PJK berkaitan dengan suatu gangguan yang mengenai pembuluh darah yang disebut arteriosklerosis. Hal ini berarti terjadi kekakuan dan penyempitan lubang pembuluh darah jantung yang akan menyebabkan gangguan atau kekurangan suplai darah untuk otot jantung. Keadaan ini akan menimbulkan apa yang disebut iskemia miokard.
Terjadinya dan percepatan kejadian arterisklerosis ini berkaitan dengan berbagai faktor yang lebih lanjut akan menjadi faktor risiko terjadinya PJK. Faktor-faktor itu adalah seperti kebiasaan meroko, kegemukan dan tegangan psikososial.
Gambaran klinik adanya PJK dapat berupa angina pektoris, miokard infark, payah jantung ataupun mati mendadak. Ataupun mungkin tanpa gangguan atauu gejala. Pada umunya gangguan suplai darah arteri koronia dianggap berbahaya bila terjadi penyempitan sebesar 70% atau lebih pada pangkal atau cabang utama a. Coronia. Penyempitan yang kurang dari 50% kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada beratnya arteriklerosis dan luasnya gangguan jantung dan apakah serangan itu lama atau masih baru.
            Angina pectoris terjado akibat adanya plaque atau fissureyang mendasari pembentukan trombus. Episode iskemik disebakan oleh sumbatan trombus total secara intermitten atau emboli bagian distal yang tersusun oleh platelet dan kolesterol yang terlepas dari plaque.
Infark miokard akut terjadi akibat oklusi pada koroner sehingga terjadi nekrosis miokard akibat gangguan suplai darah yang sangat kurang. Secara histologis perubahan ini belum terlihat di bawah 6-8 jam. Kebanyakan bagian venterik yang menjadi tempat terjadi nekrosis.
            Kematian mendadak (suden daeth) terjadi pada 50% penderita yang tanpa keluhan sebelumnya. Sedangkan selebihnya disertai keluhan yang mati mendadak 6 jam setelah keluhan. Proses mati mendadak ini dimulai dengan trombosis pembuluh darah koroner yang disusul dengan nekrosis yang disertai aritmia ventrikel.


EPIDEMIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

        Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah, baik di negara maju maupun berkembang Di belahan negara dunia, penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu pada orang Amerika dewasa. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 478000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung, 407000 orang menagalami operasi peralihan, 300000 orang menjalani angioplasti.
Penyakit jantung, stroke, dan aterosklerosis merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer satu di dunia.
        Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial
. Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner – "the silence killer". Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapau 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.
 Para pejabat pengambil keputusan di Indonesia adalah kelompok masyarakat penting karena kelompok inilah otak dari baik tidaknya situasi dan kondisi pembangunan. Namun, kelompok ini sering terpapar pada faktor risiko penyakit jantung koroner. Untuk mendapatkan suatu model dalam menurunkan faktor risiko tersebut di atas telah dilakukan suatu survei sehingga diperoleh data dasar mengenai keadaan
(a). fisik(elektrokardiografik = EKG dan tekanan darah)
(b). antropometrik (tinggi dan berat badan)
(c). pemeriksaan darah terhadap kadar kolesterol, gula darah, asam urat
(d). paparan asap rokok.

Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa faktor risiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner yang paling mencolok ditunjukan oleh kadar kolesterol tinggi (70,4%) disusul oleh kegemukan (28,6%); kadar asam urat tinggi (27,7%) dan EKG tidak normal (21,4%). Data tentang kadar kolesterol darah tinggi, kegemukan, kadar asam urat darah tinggi dan EKG tidak normal digunakan sebagai data dasar untuk membuat model menurunkan faktor risiko terhadap terjadinya.

Sabtu, 05 Januari 2013

PEMASARAN SOSIAL

Perbedaan Marketing Sosial dan Komersil
Oleh : IIN MAYASARI (F2 DA 10 100)

Pemasaran sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan pemasaran komersial, pemasaran sosial menggunakan teknik analisis yang sama (riset pasar, pengembangan produk, penentuan harga, keterjangkauan, periklanan dan promosi). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasaran sosial adalah penerapan konsep dan teknik pemasaran untuk mendapatkan manfaat sosial. Tentu saja ada sedikit perbedaan antara pemasaran komersial dengan pemasaran sosial. 
Berikut perbedaan antara pemasaran sosial dan pemasaran komersial yaitu sebagai berikut :

  • Keuntungan dalam konsep social marketing ditujukan pada individu, kelompok dan masyarakat sebagai satu kesatuan sedangkan pemasaran komersial keuntungan diutamakan diraih oleh korporasi atau pemegang kuasa (stake holder)
  • Produk yang dijual pada marketing sosial berupaya menjual perubahan perilaku sedangkan marketing komersial produk utamanya menjual barang dan jasa
  • Pada marketing komersial kompetitornya ialah organisasi lain yang menawarkan barang dan jasa yang sama sedang marketing sosial lebih kepada perilaku sebelumnya (yang ingin diubah) ataupun perilaku lain yang lebih disukai. Kemudian adanya perasaan "senang" dan keuntungan melakukan "perilaku" sebelumnya.
  • Perbedaan mendasar antara “pemasaran komersil” dan “pemasaran sosial”, menurut Andreason, adalah pada prinsip “4 P” yang dikenal sebagai marketing mix. Di dunia bisnis “4P”, adalah promotion (promosi), price (harga), product (produk) dan place (tempat). Dalam pemasaran sosial ada dua hal lain yang membuat berbeda, yaitu adanya partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan).

Selain itu, perbedaan antara pemasaran komersial dan pemasaran sosial menurut Depkes (1997) antara lain adalah sebagai berikut :

  1. Penggunaan produk sosial biasanya lebih rumit daripada produk komersial, misalnya penggunaan oralit tidak semudah minum coca-cola
  2. Produk sosial sering kali kontroversial   
  3. Keuntungan produk sosial tidak cepat dirasakan  
  4. Saluran distribusi untuk produk-produk sosial lebih sulit dikontrol karena biasanya  menyangkut banyak pihak.  
  5. Konsumen pada umumnya tidak mampu, rawan terhadap penyakit dan berpendidikan rendah 
Pemasaran sosial dalam program-program kesehatan internasional berperan dalam penjualan komoditi dan gagasan atau prilaku. Pada kenyataannya pemasaran sosial hampir selalu dimulai dengan promosi tentang sikap atau kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Berdasarkan itu disampaikan anjuran tentang produk atau pelayanan baru, dan diberikan petunjuk tentang cara penggunaan yang efektif.
Produk-produk yang secara sosial bermanfaat (seperti kondom, pil kontrasepsi, tablet Fe dan oralit) dan sering disubsidi, proses penjualan ternyata sangat rumit. Karena harus meningkatkan motivasi konsumen, merangsang kegiatan perusahaan, agen dan pengecer, meningkatkan potensi kemandirian program dimasa yang akan datang, dan kesemuanya merupakan ukuran keberhasilan program. Teknik- teknik pemasaran menjadi penting untuk “menjual” perilaku baru. Para konsumen harus melakukan pertukaran yang rumit antara perilaku baru serta memerlukan waktu dan daya untuk mendapatkan hasil yang hanya dapat dibuktikan dalam jangka waktu yang panjang dan mungkin membuahkan akibat yang tidak menyenangkan dalam waktu pendek.